Pages

Subscribe:

Labels

Top Stories

Labels

Categories

Blogger templates

Blogger templates

Mengenai Saya

Foto saya
just the smile and the rain is gone

Pengikut

Blogger news

Rabu, 21 Desember 2011

EMILE DURKHEIM

A.    Biografi Emile Durkheim

Emile Dhurkheim lahir pada tanggal 15 April 1858 di Epinal, provinsi Lorraine di perancis Timur. Durkheim dibesarkan dalam keluarga komunitas Yahudi ortodoks, namun pada penitian karirnya beliau lebih condong pada bidang intelektualnya dari pada bidang religious. Ia tidak hanya kecewa dengan ajaran agama, namun ada pendidikan umum dan penekanannya pada soal-soal literer dan estetis. Dia mendabakan bisa mempelajari metode-metode ilmiah dan prinsip-prinsip moral yang bisa memandu kehidupan sosial.
            Hasratnya terhadap ilmu  pengetahuan semakin bertambah ketika ia melakukan perjalanan ke Jerman, disana ia mulai mengenal psikologi ilmiah. Setelah perjalanannya ke Jerman ia mulai menerbitkan karyanya yang menggambarkan pengalamannya di Jerman. Publikasi inilah yang membuatnya memperoleh posisi di departemen filsafat di Universitas Bordeauk pada 1887.
Pada tahun 1893 Durkhrim mulai menerbitkan tesis doktoralnya dalam bahasa Prancis yang berjudul The Division of Labor in Society dan tesisnya dalam bahasa latin tentang Montesqueiu.selain itu juga mengeluarkan pernyataan metodologis dalam The Rules of Sociological Mehtode yang terbit pada tahun 1895 kemudian diikuti dengan penerapan metode-metodenya dalam studi empiris pada buku Suicide.
Pada tahun 1896 ia menjadi profesor di Bordeaux kemudian pada tahun 1902, ia diundang oleh Universitan Sorbone dan pada tahun 1906 menjadi profesor resmi untuk ilmu pendidikan. Pada tahun 1913 jabatannya menjadi profesor ilmu pendidikan dan sosiologi. Karyanya yang terkenal diantaranya adalah The Elementary Forms of Religious Life yang terbit pada 1912.
Dalam perjalanan hidupnya Durkheim dianggap sebagai orang yang liberal, ini tercermin ketika ia secara aktif berperan dalam membela Alfred Dreyfus, kapten keturunan Yahudi yang difonis mati karena penghinaan terhadap Tuhan yang dirasakan banyak orang sebagai antisemit. Inilah mengapa ia mulai keluar dari agama karena melihat fenomena tersebut. Jadi, minat Durkheim pada kasus Dreyfus lahir dari minatnya yang begitu dalam terhadap moralitas dan krisis moral yang dihadapi masyarakat modern.
Minat Durkheim pada sosialisme juga dijadikan bukti untuk melawan gagasan bahwa ia adalah seorang konservatif namun sosialisme ini berbeda dengan yang menjadi minat Marx dan pengikutnya. Durkheim menganggap marxisme sebagai serangkaian hipotesis yang dapat diperdebatkan dan ketinggalan zaman. bagi Durkheim sosialisme menunjukkan suatu gerakan yang ditujukan bagi regenerasi moral masyarakat melalui moralitas ilmiah.
Durkheim memberi perkembangan yang besar bagi sosiologi dan bagi bidang lainnya seperti antropologi, sejarah, linguistik, dan psikologi sebagaimana yang tercantum dalam jurnal  L’annee Sociologique.
Durkheim meninggal pada tanggal 15 Nopember 1917 sebagai sosok yang disegani oleh kalangan intelektual Prancis ketika dua puluh tahun kemudian Talcot Parsonsn menerbitkan buku yang berjudul The Structure of Social Action(karya Durkheim).


B.     Teori Emile Dhurkheim
Dalam masyarakat, perkembangan kemandirian yang diakibatkan oleh perkembangan pembagian kerja menimbulkan kesadaran-kesadaran individual yang lebih mandiri, akan tetapi sekaligus menjadi semakin tergantung satu sama lain, karena masing-masing individu hanya merupakan satu bagian saja dari suatu pembagian pekerjaan sosial.
a.      Fakta Sosial (The Rule Of Sociological Method)
Menurut Durkeim fakta sosial/gejala sosial adalah benda artinya gejala sosial adalah riil secara obyektif, dengan satu eksistensi yang terlepas dari gejala biologis atau psikologis individu.
a)      Kenyataan Fakta Sosial
Asumsi yang paling fundamental yang mendasari pendekatan Durkheim terhadap sosiologi adalah bahwa gejala social itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu serta  perilakunya yang berbeda dari karakteristik psikologis, biologis atau karakteristik individu lainnya. Banyak yang tertarik dalam mengembangkan suatu penjelasan naturalistic atau ilmiah tentang perilaku manusia dan juga mengenai institsi social, mendasarkan analisanya pada karakteristik individu.
b)      Fakta Sosial Lawan Fakta Individu
Menurut Durkheim fakta social itu tidak dapat direduksikan ke fakta individu melainkan memiliki eksistensi yang independen pada tingkat social.Durkheim hidup di bawah pengaruh positivisme, ilmu dilihat sebagai suatu yang berhubungan dengan gejala yang riil (factual).Tanpa obyek riil sebagai pokok permasalahannya, suatu ilmu tentang masyarakat tidaklah mungkin ada. Dalam karir awal Durkheim ( The Rules of Sociological Method) dijelaskan bahwa gejala social itu adalah benda. Artinya, gejala social adalah riil secara obyektif dengan satu eksistensi yang terlepas dari gejala biologis atau psikologis individu.


c)      Karakteristik Fakta Sosial
                                                                          i.      bersifat eksternal terhadap individu
Meskipun banyak dari fakta sosial ini akhirnya diendapkan oleh individu melalui proses sosialisasi, individu itu sejak awalnya mengkonfrontasikan fakta sosial itu sebagai satu kenyataan eksternal,
                                                                        ii.      memaksa individu
individu memang dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong, atau dengan cara tertentu dipengaruhi oleh berbagai tipe fakta sosial dalam lingkungan sosialnya. Namun, bukan berarti bahwa individu itu harus mengalami paksaan fakta sosial dengan cara yang negatife atau membatasi seperti memaksa seseorang untuk berperilaku yang bertentangan dengan kemauannya. Kalau proses sosialisasi itu berhasil, individu sudah mengendapkan fakta sosial yang cocok sedemikian menyeluruhnya sehingga perintah-perintahnya akan kelihatan sebagai hal yang biasa, sama sekali tidak bertentangan dengan kemauan individu.
                                                                      iii.      bersifat umum atau menyebar luas dalam suatu masyarakat.
fakta social ini merupakan milik bersama, bukan sifat individu perorangan


b.      Dalam Konsep Pembagian Kerja Dalam Masyaraka Dan Implikasinya Pada Tingkat Integrasi Dan Solidaritas Sosial
Pembagian kerja menurut Emile Durkheim tidak sama dengan Adam Smith yang semata-mata digunakan untuk meningkatkan produktivitas, tetapi untuk menciptakan kehidupan sosial yang terintegrasi tidak slalu tergantung pada homogenitas. Adanya konsep tersebut menyoroti masyarakat tradisional yang kebayakan pekerjaannya dilakukan oleh satu individu. Misalnya untuk menanam padi, petani mengolah tanah, menanam benih padi, memanen, menjemur gabah, menumbuk gabah menjadi beras, bahkan menjualnya dilakukannya sendiri. Karakteristik pembagian kerja hanya pada jenis kelamin. Seorang  perempuan jenis pekerjaan yang dilakukan berbeda dengan laki-laki. Pada masyarakat tradisional tersebut kesadaran kolektif tinggi, rasa kekeluargaan erat. Hukum yang berlaku sangat kaku dan bersifat memaksa (solidaritas mekanik). Bagi Durkheim, dengan pemabagian kerja maka mampu meningkat solidaritas masyarakat yang akhirnya menciptakan sebuah integrasi dalam heterogenitas. Misalnya, menanam padi ada yang dipekerjakan untuk mengolah tanah, menanam benih padi, memanen, dsb. Proses tersebut harapannya tingkat keterkaitan antar satu individu dengan individu yang lain lebih erat (ketergantungan yang menciptakan integrasi, solidaritas kuat). Namun, pada masyarakat modern yang mempuyai pembagian kerja tinggi ternyata menampilkan individualitas tinggi, hukum restitutif, ketergantungan yang tinggi mengacu pada konflik, kesadaran kolektif lemah, bersifat industrial perkotaan (solidaritas organik).
Pembagian kerja menrut Durkheim adalah fakta sosial material karena merupakan bagian dari interaksi dalam dunia sosial. Persoalan paling kontroversial dalam pendapat durkheim adalah sosiolog mampu membedakan antara masyarakat sehat dan masyarakat patologi. Namun ada sesuatu yang menarik yang dalam argumen tersebut, yaitu menurut Durkheim kriminal adalah sesuatu yang normal dalam patologi. Dalam “Division of Labour” Durkheim menggunakan ide patologis untuk mengkritik bentuk “ abnormal” yang ada dalam pembagian kerja masyarakat modern. Pembagian kerja tersebut adalah:
a.       Pembagian kerja anomik, yaitu tidak adanya regulasi dalam masyarakat yang menghargai individualitas yang terisolasi dan tidak mau memberi tahu masyarakat tentang apa yang harus mereka kerjakan.
b.      Pembagian kerja yang dipaksakan, yaitu aturan yang dapat menimbulkan konflik danisolasi serta yang akan meningkatkan anomi. Hal ini menunjuk pada norma yang ketinggalan jaman dan harapan-harapan individu, kelompok, dan kelas masuk ke dalam posisi yang tidak sesuai bagi mereka.
c.       Pembagian kerja yang terkoordinasi dengan buruk, disini Durkheim kembali menyatakan bahwa solidaritas organis berasal dari saling ketergantungan antarmereka.
Pemikiran sosiologis Emile Dhurkheim mengenai pembagian kerja dalam masyarakat dianalisis melalui solidaritas sosial. Tujuan analisis tersebut menjelaskan pengaruh (atau fungsi) kompleksitas dan spesialisasi pembagian kerja dalam struktur sosial dan perubahan-perubahan yang diakibatkannya dalam bentuk-bentuk pokok solidaritas. Mislanya, dalam perusahaan memperlihatkan semangat kerja yang tinggi, tetapi nilai dan norma tidak dapat mengontrol perilaku dengan cermat dan tegas apabila diferensiasi dan spesialisasinya rendah. Saling ketergantungan yang muncul dari deferensiasi dan spesialisasi secara relatif menjadi lebih penting sebagai suatu dasar solidaritas daripada nilai dan norma.
Solidaritas sosial menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan/atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan  kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Analisa Durkheim mengenai solidaritas sosial dasajikan menurut: 1) perbedaan-perbedaan dalam tipe solidaritas sosial, 2) ancaman-ancaman terhadap solidaritas dan tanggapan masyarakat terhadap ancaman ini, 3) munculnya penegasan atau penguatan solidaritas lewat ritus-ritus agama.
a.       Solidaritas Mekanaik dan Organis
Sumber analisa Durkheim mengenai pembedaan tersebut yaitu didasarkan pada bukunya yang berjudul The Division of Labour in Society. Tujuan karya ini adalah untuk menganalisa pengaruh kompleksitisitas dan spesialisasi pembagiankerja dalam struktur sosial dan perubahan-perubahan yang diakibatkannya dalam bentuk-bentuk pokok solidaritas sosial. (Johnson: 1981)
Solidaritas mekanik didasarkan pada suatu keadaan kolektif, yang menunjuk pada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan  sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada pada suatu masyarakat yang sama. Ciri khas yang penting dari solidaritas mekanik adalah solidaritas tersebut didasarkan atas homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen, dsb. Homogenitas tersebut bisa terjadi apabila pembegian kerja sangat minim.
Solidaritas organik muncul akibat adanaya pembagian kerja yang tinggi yang didasarkan atas rasa saling ketergantungan. Munculnya perbedaan-perbedaan di tingkat individu merombak adanya kesadaran kolektif yang dirasa kurang penting sebagai dasar keteraturan sosial terganti oleh spesialisasi kerja yang lebih otonom. Durkheim mengatakan bahwa kuatnya solidaritas organis didasarkan pada hukum yang bersifat memulihkan (restitutive) daripada hukum represif.
b.      Kesadaran Kolektif dalam Masyarakar Organik
Pertumbuhan dalam pembagian kerja (solidaritas organis sebagai hasilnya) tidak menyebabkan hilangnya kesadaran kolektif hanya saja mengurangi arti penting dari kesadaran kolektif tersebut. Hanya saja kesadaran ini menjadi semakin meliputi cara-cara berfikir dan berperasaan yang sangat umum dan tidak tentu, dengan semakin bertambahnya perbedaan-perbedaan dalam individu.
c.       Evolusi Sosial
Kesadaran kolektif yang mendasari solidaritas mekanik paling kuat berkembang pada masyarakat primitif. Kerena pembagian kerja semakin meluas, kesadaran kolektif perlahan-lahan mulai hilang. Tetapi heterogenitas yang semakin bertambah ini tidak menghancurkan solidaritas sosial, sebaliknya semakin membuat individu atau kelompok saling ketergantungan satu sama lain. Meningkatnya secara bertahap saling ketergantunngan fungsional dalam berbagai bagian dalam masyarakat ini memberikan alternatif baru untukkesadaran kolektif sebagai solidaritas sosial.
Solidaritas Mekanik
Solidaritas Organis
Pembagian kerja rendah
Kesadaran kolektif kuat
Hukum represif domian
Individualitas rendah
Konsesus terhadap pola-pola normatif itu penting
Keterlibatan komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang
Secara realtif ketergantungan itu rendah
Bersifat primtif atau pedesaan
Pembagian kerja tinggi
Kesadaran kolektif lemah
Hukum restitutif dominan
Individualitas tinggi
Konsensus terhadap nilai-nilai abstrak dan umum itu penting
Badan-badan kontrol sosial yang menghukum orang yang menyimang
Saling ketergantunga tinggi

Bersifat industrial atau perkotaan


C.     Dasar-Dasar Sosiologi Agama Menurut Durkheim
Definisi agama menurut Durkheim adalah suatu "sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan dan berkaitan dengan hal-hal yang kudus, kepercayaan-kepercayaan, dan praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal". Dari definisi ini ada dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu "sifat kudus" dari agama dan "praktek-praktek ritual" dari agama. Agama tidak harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ia tidak akan lagi menjadi sebuah agama, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di sini dapat kita lihat bahwa sesuatu disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang melibatkan dua ciri tadi. Kita juga akan melihat bahwa menurut Durkheim agama selalu memiliki hubungan dengan masyarakatnya, dan memiliki sifat yang historis.
Hubungan antara agama dengan masyarakat terlihat di dalam masalah ritual. Kesatuan masyarakat pada masyarakat tradisional itu sangat tergantung kepada conscience collective (hati nurani kolektif), dan agama nampak memainkan peran ini. Masyarakat menjadi "masyarakat" karena fakta bahwa para anggotanya taat kepada kepercayaan dan pendapat bersama. Ritual, yang terwujud dalam pengumpulan orang dalam upacara keagamaan, menekankan lagi kepercayaan mereka atas orde moral yang ada, di atas mana solidaritas mekanis itu bergantung. Di sini agama nampak sebagai alat integrasi masyarakat, dan praktek ritual secara terus menerus menekankan ketaatan manusia terhadap agama, yang dengan begitu turut serta di dalam memainkan fungsi penguatan solidaritas.
Agama juga memiliki sifatnya yang historis. Menurut Durkheim totemisme adalah agama yang paling tua yang di kemudian menjadi sumber dari bentuk-bentuk agama lainnya. Seperti konsep kekuatan kekudusan pada totem itu juga yang di kemudian hari berkembang menjadi konsep dewa-dewa, dsb. Kemudian perubahan-perubahan sosial di masyarakat juga dapat merubah bentuk-bentuk gagasan di dalam sistem-sistem kepercayaan. Ini terlihat dalam transisi dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern, dimana diikuti perubahan dari "agama" ke moralitas rasional individual, yang memiliki ciri-ciri dan memainkan peran yang sama seperti agama.
Durkheim mengulas arti penting dari agama dalam masyarakat. Dan mengenalnya sebagai sumber orisinil dari semua gagasan moral,filsafat,ilmu pengetahuan,dan keadilan. Durkheim secara konsisten mendukung kesimpulan yang telah diambil pada titik dini dari kariernya, bahwa baik orang orang yang mempertahankan teori teori ekonomi lama keliru dalam berpikir bahwa sekarang tidak perlu ada pengaturan. Dan bahwa pembela lembaga lembaga keagamaan salah dalam mempercayai bahwa pengaturan waktu yang lalu dapat berguna bagi masa sekarang. Arti penting agama yang mulai menurun dalam masyarakat – masyarakat kontemporer, merupakan akibat yang tidak bisa dielakkan dari arti pentingnya solidaritas mekanis yang makin menurun.
Dengan demikian,segi penting yang kita kaitkan dengan sosiologi agama,sedikitpun tidak mempunyai implikasi bahwa agama itu harus memainkan peran yang sama dalam masyarakat-masyarakat sekarang. Seperti yang dimainkannya pada waktu waktu lain. Dalam suatu segi, kesimpulan yang bertentangan akan lebih sehat. Mengingat agama adalah suatu fenomena kuno, maka agama makin lama makin harus mengalah kepada bentuk bentuk sosial baru,yang telah dilahirkannya.
Baru setelah tahun 1895, Durkheim mengakui bahwa dia sepenuhnya menyadari tentang arti penting pada agama sebagai suatu fenomena sosial. Menurut kesaksiannya sendiri, kesadaran tentang adanya arti penting agama, yang sebagian besar nampaknya merupakan hasil dari usahanya membaca karya karya para ahli antropologis Inggris, menyebabkan dia untuk menilai kembali tulisan-tulisannya yang terdahulu untuk menarik implikasi-implikasi dari pengertian pengertian yang baru ini. Tafsiran konfensional dari hal ini, ialah bahwa Durkheim bergeser dari posisi yang relative “materialistik” yang dianggap telah ia pegang dalam The Division of Labour, kearah suatu pendirian yang lebih dekat kepada “idealism”. Akan tetapi ini menyesatkan kalau sama sekali tidak salah, dan merupakan salah tafsir tentang pandangan pandangan Durkheim, yang sebagian berasal dari kecenderungan yang sering timbul pada para penulis sekunder untuk menggabungkan analisis fungsional dengan analisis historis dari Durkheim melalui cara yang sebenarnya pada kenyataannya asing bagi pemikiran Durkheim sendiri.

D.    Analisis Sosiologi Dhurkheim Tentang Fenomena Bunuh Diri
Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum.Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis seringkali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organik, hukum bersifat restitutif  ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks.
Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku. Durkheim menamai keadaan ini anomie. Dari keadaan anomie muncullah segala bentuk perilaku menyimpang, dan yang paling menonjol adalah bunuh diri.
Durkheim belakangan mengembangkan konsep tentang anomie dalam "Bunuh Diri", yang diterbitkannya pada 1897. Dalam bukunya ini, ia meneliti berbagai tingkat bunuh diri di antara orang-orang Protestan dan Katolik, dan menjelaskan bahwa kontrol sosial yang lebih tinggi di antara orang Katolik menghasilkan tingkat bunuh diri yang lebih rendah. Menurut Durkheim, orang mempunyai suatu tingkat keterikatan tertentu terhadap kelompok-kelompok mereka, yang disebutnya integrasi sosial. Tingkat integrasi sosial yang secara abnormal tinggi atau rendah dapat menghasilkan bertambahnya tingkat bunuh diri: tingkat yang rendah menghasilkan hal ini karena rendahnya integrasi sosial menghasilkan masyarakat yang tidak terorganisasi, menyebabkan orang melakukan bunuh diri sebagai upaya terakhir, sementara tingkat yang tinggi menyebabkan orang bunuh diri agar mereka tidak menjadi beban bagi masyarakat. Menurut Durkheim, masyarakat Katolik mempunyai tingkat integrasi yang normal, sementara masyarakat Protestan mempunyai tingat yang rendah. Karya ini telah memengaruhi para penganjur teori kontrol, dan seringkali disebut sebagai studi sosiologis yang klasik.
Pentingnya arti solidaritas sosial dalam masyarakat bagi seorang individu ditunjukkan oleh Durkheim dalam menganalisis tindakan bunuh diri. Tindakan yang demikian tampak individual tidak dapat dijelaskan melalui cara individual, karena selalu berhubunganan dengan perkara sosial.
Studi Durkheim tentang bunuh diri adalah contoh keterkaitan teori yang dikemukakan oleh Durkheim dengan penelitian.Durkheim memilih studi bunuh diri karena persoalan ini realtif merupakan fenomena konkret dan spesifik, di mana tersedia data yang bagus secara komparatif.Dengan tujuan utama untuk menunjukkan kekuatan ilmu sosiologi.Bunuh diri yang adalah tindakan pribadi dan personal dapat dianalisa dengan menggunakan ilmu sosiologi.Durkheim tidak memfokuskan diri pada mengapa orang bunuh diri, tetapi pada mengapa angka bunuh diri dalam satu kelompok (masyarakat) bisa lebih tinggi dari kelompok (masyarakat) yang lainnya. Kesimpulan Durkheim akan hal tersebut adalah bahwa faktor terpenting dalam perbedaan angka bunuh diri akan ditemukan dalam perbedaan level fakta sosial. Kelompok yang berbeda memiliki sentimen kolektif yang berbeda sehingga menciptakan arus sosial yang berbeda pula.Arus sosial itulah yang mempengaruhi keputusan seorang individu untuk bunuh diri.
Teori bunuh diri Durkheim dapat dilihat dengan jelas melalui memahami dua fakta sosial utama yang membentuknya, yakni: integrasi dan regulasi. Integrasi merujuk pada kuat tidaknya keterikatan dengan masyarakat dan regulasi merujuk pada tingkat paksaaan eksternal yang dirasakan oleh individu.Menurut Durkheim, kedua arus sosial tersebut adalah variabel yang saling berkaitan dan angka bunuh diri meningkat ketika salah satu arus menurun dan yang lain meningkat. Berdasarkan hal tersebut maka terdapat empat jenis bunuh diri, yakni: bunuh diri egoistis, bunuh diri altruitis, bunuh diri anomik, dan bunuh diri fatalistis.
Dalam kasus bunuh diri egoistis, manusia berlaku sebagai pribadi dan manusai sosial. Manusia sosial mengandalkan adanya suatu masyarakat tempat ia mengungkapkan dan mengabdikan dirinya. Jika di dalam keadaan masyarakat ini tidak erat fakta sosialnya, maka individu tidak lagi merasakan kehadiran masyarakat sebagai pelindungnya, dan hilanglah tempat berpijak individu, yang tinggal hanyalah kesepian yang menekan.Makin lemah atau longgar ikatan sosial anggotanya anggotanya, makin kecil ketegantungan si individu terhadap masyarakat itu.Dalam keadaan seperti ini, individu bergantung pada dirinya sendiri, dan hanya mengakui aturan-aturan yang menurutnya benar dan menguntungkan dirinya.Dalam kasus bunuh diri altruistik, terjadi ketika adanya kewajiban untuk membunuh dirinya yang diakibatkan oleh ketatnya aturan adat.Disini integrai individualnya sangat kokoh. Contoh bunuh diri pada kasus ini adalah bunuh diri seorang istri akan kematian suaminya, bunuh diri seorang pelayan pada kematian tuannya, atau seorang prajurit pada kematian pemimpinnya. Dalam kasus bunuh diri anomik, masyarakat bukanlah hanya merupakan tempat tumpuan perasaan individu, dan aktivitas sekelompok individu yang berkumpul menjadi satu, tetapi masyarakat juga memiliki kekuatan untuk menguasai individu-individu anggota masyarakat tersebut. Antara cara regulatif itu terlaksana dan jumlah bunuh diri terdapat kaitan yang sangat erat. Kurangnya kekuatan mengatur dari masyarakat terhadap individu, menyebabkan terjadinya kasus bunuh diri.Bunuh diri semacam ini terjadi dalam masyarakat modern.Kebutuhan seorang individu dan pemenuhannya diatur oleh masyarakat.Kepercayaan dan praktek-praktek yang dipelajari individu membentuk dirinya dalam kesadaran kolektif.Jika pengaturan terhadap individu ini melemah, maka kondisi bunuh diri memuncak.Fakta menunjukkan bahwa krisis ekonomi membangkitkan kecenderungan bunuh diri dan sebaliknya, keadaan kemakmuran yang datangnya lebih cepat juga mempengaruhi kejiwaan anggota masyarakat.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka bunuh diripun dapat dianalisis secara sosial, dalam bunuh diri egoistis, hidup individu seolah-olah kosong, karena pemikiran terserap ke dalam diri individu, tidak lagi mempunyai objek. Bunuh diri atruistik, individu  melepaskan diri sendiri dalam antusiasme kepercayaan religius, politik. Bunuh diri anomik, si individu telah kehilangan dirinya larut ke dalam nafsu yang tidak terbatas.

0 komentar:

Posting Komentar